LIVING COLLECTION: ETNIS TIONGHOA

LIVING COLLECTION: ETNIS TIONGHOA

Living Collection Edisi Rabu 27 Juli 2022 ini bertema Etnis Tionghoa yang menghadirkan dua orang tamu sebagai tokohnya, yaitu Ibu Lucia Purnamasari dan Ibu Agustina. Ibu Ismiyatin, S.Pd., Pustakawan UIN Sunan Kalijaga berkesempatan mewawancarai mereka di lantai satu  ruang lobby perpustakaan. Dalam wawancara ini ditanyakan hal-hal berkaitan  dengan asal usul keluarga, karakter etnis Tionghoa, hambatan di tengah masyarakat, serta tradisi dan budaya Tionghoa.

Berkenaan dengan asal-usul keluarga, kedua tokoh ini menyampaikan bahwa mereka bukanlah Tionghoa asli, namun telah memiliki darah campuran Tionghoa-Jawa. Mereka lahir dan besar di Jawa. Satu kalipun mereka belum pernah menginjakkan kaki di tanah leluhurnya. Mereka juga tidak mampu berbahasa Mandarin. Karena lahir dan besar di Indonesia, maka adat istiadat dan budaya lokal sangat mempengaruhi kehidupan mereka, meskipun mereka juga masih memegang tradisi leluhurnya. Hal tersebut nampak dari bahasa percakapan sehari-hari yang digunakan, yaitu bahasa daerah/lokal, ragam selera, serta menu makanan, dan masakan yang diolah sehari-hari.

Terjadinya pernikahan campur antara etnis Tionghoa dengan etnis lokal semakin mempermudah akulturasi budaya Tionghoa dan budaya lokal, seperti tradisi angpao saat Imlek, pengolahan jenis makanan bakpao yang menyesuaikan selera masyarakat lokal, tradisi petasan, barongsai, model busana, serta penyebutan berbagai istilah nominal uang, dan sebagainya. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat etnis lokal dapat menerima budaya atau tradisi Tionghoa dengan sangat baik. Berkenaan dengan watak ulet dan pekerja keras, Ibu Lucia dan Ibu Agustin mengakui bahwa sejak dini leluhur dan orang tua mereka senantiasa menanamkan hidup hemat, kemandirian, kerja keras, dan ulet untuk dapat survive dan berhasil dimanapun berada.

Namun demikian, meskipun akulturasi budaya antar etnis Tionghoa dengan etnis lokal telah berjalan dengan baik, sangat disayangkan bila hingga saat ini masih dijumpai sikap masyarakat yang masih kurang terbuka, bahkan timbul sikap prejudice dan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Hal tersebut yang juga dirasakan oleh Ibu Lucy dan Ibu Agustin sejak masa mudanya, dan kini juga masih dialami oleh putra mereka. Perlakuan rasis dan kepada mereka seperti sindiran, bullying, dan ejekan pernah mereka terima dari anggota atau kelompok masyarakat yang belum mengenal mereka dengan baik.

Sejak kecil beliau merasa dibedakan oleh masyarakat,  seperti saat berada di lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat sekitar, dan di lingkungan pemerintahan. Bagi mereka hal tersebut terasa menyakitkan, namun mereka hanya menerimanya dengan pasrah. Oleh karena itu, banyak dari keluarga etnis Tionghoa memilih untuk menarik diri dari pergaulan di tengah masyarakat, lebih memperkuat ikatan mereka, dan memilih sekolah yang lebih ekslusif agar terhindar dari sikap rasis, prejudice, dan diskriminatif. Di akhir wawancara kedua tokoh ini menyampaikan harapan untuk lebih diterima oleh masyarakat luas, dan tidak ada diskriminasi dalam hubungan sosial kemasyarakatan, sehingga relasi sosial masyarakat antar etnis menjadi lebih harmonis.

Program Living Collection merupakan upaya Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan pemustaka terkait berbagi issue yang berkembang di tengah masyarakat dengan menghadirkan berbagai tokoh yang menjadi Living Collection. Melalui program ini diharapkan pemustaka dan masyarakat luas menjadi lebih bijaksana dalam bersikap khususnya terhadap kelompok tertentu, sehingga terhindar dari sikap prejudice, diskriminatif dan rasis. Wawancara dengan tokoh Living Collection ini dapat diikuti melalui channel youtube Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga. @sukalib. (Ist)

Share this post

Leave a Reply